Bukankah Persahabatan adalah
Kepercayaan?
Pada suatu hari,
di sebuah desa tinggallah seekor tupai dan musang. Mereka bersahabat namun
memiliki karakter sifat yang berbeda. Suatu ketika mereka berdua jalan-jalan
bersama hingga sampai di suatu ladang milik paman beruang. Ladang tersebut
terdiri dari banyak tanaman, mulai dari sayuran, buah-buahan, dan
kacang-kacangan.
Saat tupai
melihat-lihat tanaman di ladang tersebut, tupai menginginkan kacang yang ada di
ladang namun tupai tidak memiliki keberanian untuk meminta kepada paman
beruang. Kemudian tupai bertanya kepada musang, “Eh, musang, kau kan sahabatku,
mau tidak kalau kamu memintakan kacang pada paman?”
“Ha? Meminta?
Untuk apa meminta kalau kita bisa mengambilnya?” Jawab musang.
“Jangan!
Mengambil barang yang bukan hak kita itu namanya mencuri dan mencuri itu tidak
baik musang.” Larang tupai.
“Ah, tenang
saja, kan paman beruang tidak akan tahu jadi paman tidak akan memarahi kita.
Lagian tidak ada yang lihat, jadi kita tidak akan ketangkap basah.” Bujuk musang.
“Terserahlah!
Kamu susah diberi tahu. Tapi aku sudah mengingatkan untuk jangan melakukan itu,
kalau kamu menghiraukannya terserah kamu. Aku tidak ikut-ikutan!” Jawab tupai
ketus.
“Sudahlah ayo
kita pergi dari sini! Sudah lupakan aja keinginanku.” Sambung tupai.
Lalu mereka
berdua meninggalkan ladang milik paman beruang, namun musang pergi dengan
perasaan sebal kepada tupai karena ia tidak boleh mencuri kacang milik paman
beruang.
“Ayo sudah
jangan dilihatin terus.” Kata tupai
Karena sebal dan
keinginan musang yang juga ingin makan kacang itu, kemudian muncullah ide
musang untuk menjebak tupai, sahabatnya sendiri.
“Awas kau tupai!
Akan kubalas kau karena tidak mengizinkanku mencuri kacang milik paman beruang.
Walaupun kau sahabatku tapi aku tetap akan marah padamu dan aku ingin melihatmu
dimarahi paman beruang.” Ucap musang dalam hatinya.
Lalu mereka
berdua pulang ke ruamh masing-masing. Pada malam harinya, musang memulai ide
jahat yang telah ia rencanakan untuk tupa, yaitu dengan mendatangi ladang milik
paman beruang untuk mengambil kacang dan meletakkannya di rumah tupai agar
terkesan tupai yang mencurinya. Setelah selesai melakukannya, musang pulang ke
rumahnya dengan hati yang gembira karena merasa telah berhasil menjebak sahabat
yang dibencinya. Musang tak sabar ingin melihat ekspresi tupai dan paman
belalang setelah paman belalang mengetahui bahwa tupai yang mencuri kacangnya.
Pada keesokan
harinya, paman beruang mendapati tanaman kacangnya berkurang dan ada beberapa
tanaman yang rusak. Lalu, paman belalang bertanya kepada orang-orang di desa
itu, “Kalian semua, apakah kalian tahu siapa yang mencuri kacang-kacangku?”
Tanya paman beruang dengan nada marah.
“Aku tahu paman.
Tupailah yang mencurinya. Tadi malam aku tidak sengaja melihat tupai mengambil
kacang-kacang itu dan membawanya pulang ke rumah, sebelumnya di pagi harinya
tupai berkata bahwa ia sangat menginginkan kacang itu.” Jelas musang.
Setelah
mendengar cerita dari musang, paman beruang mendatangi rumah tupai dan lebih
terkejutnya lagi paman beruang melihat sekeranjang kacang ada di depan rumah
tupai.
“Keluar kau,
tupai!” Suruh paman beruang
“Iya paman, ada
apa?” Jawab tupai lembut.
“Kau yang
semalam mencuri kacangku kan? Iya? Kamu haru mengaku!” Pinta paman
“Ti...ti...ti...
dak paman! Saya tidak mencuri kacang milik paman. Dari tadi malam saya hanya
berdiam diri di dalam rumah.”
“Halah... tidak
udah bohong kamu! Itu sudah ada buktinya.” Sahut paman
“Itu bukan
perbuatan saya paman, saya bersumpah, saya tidak berbohong.” Jawab tupai.
Musang kembali
memojokkan tupai dan mengelabuhi paman agar percaya bahwa tupailah yang
emngambil kacang miliknya. “Iya paman, tupailah yang mengambil kacang milik
paman dan aku melihatnya dengan mataku sendiri. Percayalah padaku paman.”
“Bukan saya
paman, bukan saya. Jangan percaya hal itu, tolong paman! Bukan saya pelakunya.”
Kata tupai sambil menangis
Kemudian
datanglah si kelinci yang bertanya, “Ada apa ini paman? Kenapa ribut-ribut?
Dengan segera
musang menjawab serambi menunjuk tupai, “Dia! Si tupai yang mencuri kacang
milik paman. Namun ia tidak mau mengakuinya.”
“Bukan! Bukan
aku, aku tidak pernah mencuri apapun yang bukan menjadi hakku. Bukan aku,
tolong percayalah, aku tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji itu.” Sahut
tupai dengan nada tidak terima dituduh.
“Paman, izinkan
saya menceritakan hal yang sebenarnya. Pada waktu itu, tepatnya malam hari,
saya sedang berjalan-jalan mencari udara segar. Saat saya berada di sekitar
ladang paman, saya melihat musang sedang memasuki ladang tersebut. Saat saya mengikuti
musang, ia ternyata membawa sebuah keranjang berisi kacang milik paman.
Kemudian, saya masih tetap mengikuti perginya musang dan ternyata musang
meletakkan keranjang itu di depan ruamh tupai. Nah keranjang itu seperti ini.”
Kata kelinci sambil menunjuk keranjang yang ada
di depan rumah tupai.
“Apakah ada yang
lain yang melihat selain kamu, kelinci?” Tanya paman
“Ada paman,
kalau belum cukup jelas paman bisa bertanya kepada kakek kucing. Beliau juga
melihatnya.” Jawab kelinci
“Benarkah itu,
kakek kucing?” tanya paman
“Iya, itu semua
benar. Apa yang dikatakan kelinci benar. Jadi aku mohon jangan menghakimi
sendiri tupai tanpa ada bukti yang cukup jelas.” Pinta kakek kucing.
Awalnya musang
membantah hal tersebut. Namun ia tidak bisa berkata apa-apa. Semua binatang
memojokkannya. Ia menjadi merasa bersalah kepada semuanya, termasuk tupai,
sahabatnya sendiri.
Akhirnya, musang
mengakui semua kesalahannya. Ia meminta maaf kepada tupai karena telah
menjebak, menuduh, dan membuat persahabatan mereka rusak. Musang berjanji tidak
akan melakukan hal itu lagi dan berjanji akan selalu berbuat baik kepada
siapapun. Dan juga musang akan mengubah sifatnya yang egois dan akan
mementingkan persahabatan daripada nafsu semata. Karena persahabatan
berlandaskan kepercayaan J
0 komentar:
Posting Komentar